Ekonomi Indonesia pada tahun 2014 diprediksi oleh para
pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM belum beranjak membaik
dibandingkan tahun 2013. Pasalnya,
tingkat inflasi diproyeksikan masih tinggi dan nilai tukar rupiah masih akan
terus melemah. Hal
itu disebabkan neraca perdagangan yang terus mengalami defisit sementara pemerintah dan pihak swasta masih
tersandera pada neraca pembayaran hutang jangka pendek.
“Pertumbuhan ekonomi tahun depan diperkirakan menurun,
dimana deviasi dan fluktuasi
lebih tinggi. Inflasi diproyeksi pada 6,5 %. Rupiah diprediksi berada dibawah
harga Rp 11 ribu,”
kata Ekonom UGM Prof. Dr. Sri Adiningsih dalam menyampaikan pandangaan proyeksi ekonomi Indonesia pada
tahun 2014, Senin (23/12) di FEB UGM. Menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di
tahun 2014 dijelaskan Adiningsih karena faktor nilai investasi dan manufaktur yang
mengalami penurunan. Meski tingkat konsumsi terus tumbuh, hal itu tidak banyak membantu.
“Struktur ekonomi Indonesia lebih mengandalkan pada konsumsi dan impor. Padahal besaran
makroekonomi yang terkait kondisi keuangan global masih stagnan,” tambahnya. Bahkan kondisi ekonomi diprediksikan
akan lebih buruk lagi apabila agenda
pelaksanaan pemilihan umum tahun depan tidak berjalan dengan baik. “Tahun depan, tahun pemilu, risiko
kemerosotan pertumbuhan ekonomi sangat tinggi. Jika pemilu tidak damai, ekonomi akan jatuh,”
ungkapnya.
Guru Besar FEB ini berharap pelaksanaan pemilu tahun
depan bisa berjalan aman dan damai. “Meski tahun politik, ada pengaruhnya pada perkembangan
ekonomi,” imbuhnya Pelemahan
nilai tukar rupiah, diakui Sri Adiningsih masih akan berlangsung lama kendati
BI telah
menaikkan suku bunga BI rate menjadi 7,5% dan dua paket kebijakan ekonomi yang telah digulirkan pemerintah. Yang
dikhawatirkan, kata Adiningsih, cadangan devisa yang terus menurun. Saat ini cadangan
devisa berada di angka 97 milyar dolar AS sementara penjualan surat berharga yang dijual
pemerintah lewat pasar modal mencapai lebih dari 175 milyar dolar. “Setiap harinya
pemerintah menerbitkan surat hutang Rp 1 Triliun, daya beli masyarakat terbatas, kepemilikan
asing pada ekuitas sangat besar. Risikonya sangat besar sekali jika terjadi krisis di Amerika,”
tuturnya.
Pengamat ekonomi UGM lainnya, Prof. Dr.
Insukindro, M.A., dalam kesempatan yang sama mengkritisi kebijakan BI saat
ini lebih banyak pada bidang moneter dibanding fiskal. Menurutnya, BI seharusnya
memperhatikan kondisi moneter dan fiskal secara bersamaan dalam menuntaskan persoalan ekonomi.
(Humas UGM/Gusti Grehenson).
sumber referensi :
http://www.ugm.ac.id/id/berita/8558-ekonom.ugm:.tahun.2014.pertumbuhan.ekonomi.ri.menurun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar